Kamis, 19 Agustus 2010

P.O.R.T.A.L [ 1 ]

Aku terlahir di Kota ini, di kota ini pula aku tumbuh. Salah satu kota district atau pusat yang ada di Negara Indoneia, Malang. Minggu ini adalah minggu kedua dari satu bulan terakhir terjadinya peristiwa mengenaskan dari kejamnya politik di kota ini. Tanpa henti!. Penggusuran paksa pedagang kaki lima, penghancuran pasar tanpa ada imbalan, dan toko-toko yang berdiri tanpa adanya izin dari Dinas. Mereka menggunakan cara terkeras untuk memerangi warga miskin, warga yang tidak berdaya, yang seharusnya mereka pangku. Namun, kejadian ini makin gila denga penembakan sejumlah demontran yang tidak patuh. Kekejaman politik, kebiadaban mereka, dan mereka tidak pantas disebut manusia. Aku berjalan menyusuri koridor sekolah, memandangi setiap sudut yang ada, tujuanku adalah kelas ujung dari koridor ini. Saat aku menoleh ke seisi kelas itu, tak kudapati yang aku cari, sesosok periang namun juga cengeng.

“BAA !…” Hentaknya
“hei, kemana aja seh? Pantesan dikelas gak keliatan rambut ikalmu.
“dari kantin nduk, emang kenapa to? Tanyanya sambil memelintir rambut ikalnya.
“entar pulang sekolah ke Joko Tole yuk, mau cari buku nih!” pintaku
“Tapi kan, kota lagi kayak gini”
“Enggak apa-apa to, toh gak mungkin sampe ke took buku” Jawabku enteng.

Nuna, sahabatku dari kecil dengan pawakan rambut ikal, kurus, tinggi, dan hitam manis. Kita yang baru duduk dikelas XI SMA Piyata II Malang, harus melihat kejadian naas pembantaian kota yang beberapa hari lalu terjadi di kafe sebelah sekolah kami. Namaku Nurla, kelas XI IA2. Sedangkan Nuna kelas XI IS1. Meskipun kita sudah beda kelas, tapi kita tetep kompak.

Bisingnya suara knalpot yang terdengar dihalaman parkir sekolah, membuatku pusing. Tiba-tiba, dari arah samping terdengar klakson yang cukup keras dan suskes membuatku kaget.
“Lho ? Ayo nduk, malah bengong!” Sindir Nuna yang kala itu memakai helm cibuk.
“Oke oke”


Joko Tole memang berada jauh dari Kantor Walikota, tapi tidak berada jauh dari Dinas. Di halaman kantor tersebut, sudah dipenuhi polisi anti huru hara untuk mencegah adanya demo lagi. Namun kita terlambat, jalan itu mulai ramai dan ricuh, saling membakar mobil. Nunna takut  atas kejadian itu yang secara tidak sengaja ia lihat dihadapannya sendiri.
“La, balik aja yuk.” Pintanya sambil mengelus dadanya.
“Kamu mau balik? Gimana caranya, kalo udah ditengah-tengah beginian. Masuk gang itu aja gih, cepetan!” Perintahku
“Oke nduk!”

Gang itu sempit, kecil, dan bau, tapi cukup untuk dimasuki sepeda motor. Akhirnya kita keluar dan memotong jalan menuju Joko Tole. Sesampainya disana, aku mulai mengutak-tik computer untuk melihat List dari buku di toko ini. Sudah 30 menit aku mencari buku yang cocok untuk kujadikan referensi, namun hasilnya nihil

“waduh, kamu nyari apa to La? Lammmaaaa !” Keluhnya dengan bibir dimoncongkan.
“Aku Cuma mau nyari buku tentang air, tentang keadaan air! Susah banget sih nyarinya, bantuin dong!”
“Ahh males ih! Aku duduk disana ya?” sambil menunjuk sebuah sofa kuning ditengah toko.

10 menit kemudian terdengar suara gaduh dari luar toko, kasir melihat apa yang sebenarnya terjadi. Lalu ia berteriak kencang

“SEMUANYA LARIIII !! PATROLI NGEJAR DEMONSTRAN KEMARI!”

Tak lama kemudian, demonstran itu masuk ke toko ini, beserta para polisi yang mengejarnya. Semua orang lari dengan dirinya sendiri, ada juga yang terinjak-injak, ingin sekali menolongnya, tapi apa daya ku?. Tanganku tetap menggandeng erat Nuna yang sangat tampak lelah, tiba-tiba gerombolan itu datang dan menggeser kami masuk gang kecil. Kita tidak bisa apa-apa, dada ini rasanya sesak, tubuh ini mengikuti dorongan yang ada, hingga kita jatuh di sungai. Ada apa ini? Tubuhku terasa kaku, dingin, seakan aku sudah tak bernyawa. Dengan sigap aku berenang menyipakkan tiap butir air dihadapanku untuk mencari Nunna. Akhirnya Nunna terbangun dan kita bersama naik ke pambatas sungai. Namun, apa yang kita saksikan ini? Sesuatu yang tak lazim, kota yag sangat sepi, tanpa penghuni, tak ada daun yang melekat di batangnya. Kita saling berpandangan, dalam artian sama-sama mencari jawaban yang pasti. Bulan dan matahari berjajar, tak ada awan untuk menghiasi langit. Dunia macam apakah ini? Kiamat? Ataukah neraka ?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar